JURNALISTA.ID, MAKASSAR — Lagi-lagi, Manggala menyumbang kisah muram: enam pemuda tanggung yang mayoritas masih ingusan ketahuan menggelar pesta miras murahan. Lokasinya? Tempat Pemakaman Umum (TPU) Borong. Ya, Anda tidak salah dengar. Saat warga tidur, para troublemaker ini merayakan kegagalan moral di tengah kuburan.
Polisi yang datang dalam “Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan” (KRYD) – sebuah nama operasi yang terdengar seperti kebohongan manis – berhasil menciduk gerombolan ini pada Sabtu dini hari. Kapolsek Manggala, Kompol Semuel To’Longan, dengan bangga menyatakan penangkapan di lokasi yang seharusnya sunyi itu.
Ironisnya, alih-alih bangga, kita seharusnya malu. Penangkapan ini bukan prestasi, melainkan bukti telanjang bahwa pengawasan lingkungan dan peran orang tua telah lumpuh total.
Samurai dan Busur: Bukti Nyata, Bukan Sekadar Dugaan!Lihat daftar sitaan yang dibawa anak-anak muda ini: AA (13), MA (16), AJ (16), MRS (16), MNA (14), dan satu yang lebih tua, AK (23). Mereka bukan membawa buku sekolah, melainkan perlengkapan perang jalanan:
Dua Parang dan Satu Samurai.Satu Ketapel dan Dua Anak Panah (Busur).Tolong hentikan basa-basi, Kompol Semuel. Ketika remaja tanggung diciduk saat mabuk dan bersenjata lengkap dengan samurai dan busur panah, ini bukan lagi “dugaan” keterlibatan geng motor.
Ini adalah fakta konkret bahwa para preman cilik ini sudah siap meneror jalanan, merusak ketertiban, dan mengancam nyawa warga.Mengapa aparat masih butuh “pemeriksaan lebih lanjut” untuk menyimpulkan bahwa pelajar yang membawa samurai adalah ancaman? Jelas sekali mereka bukan sedang mempersiapkan drama kolosal.
Janji Patroli: Retorika Basi Penutup KegagalanSetelah penangkapan yang menunjukkan betapa bobroknya kondisi Kamtibmas di Manggala, kita disuguhi lagi dengan janji busuk yang sudah menjadi template di setiap berita kriminal:
“Kami akan terus melaksanakan patroli rutin dan penindakan tegas agar situasi kamtibmas tetap aman dan kondusif.
“Cukup! Warga Makassar sudah muak dengan janji rutin yang tidak sebanding dengan nyali para “begal junior” di jalanan.
Jika patroli rutin memang efektif, kenapa enam pelaku ini—yang mayoritas di bawah umur—masih bisa bebas membawa sebilah samurai dan botol miras hingga ke tengah kuburan tanpa terdeteksi?
Penangkapan ini adalah tamparan keras bagi seluruh sistem pengawasan, mulai dari RT/RW, orang tua yang lalai, hingga aparat yang seolah baru bergerak setelah masalah sudah merembet dan mengakar. Keamanan di Manggala sekarang hanyalah ilusi tipis yang kapan saja bisa dirobek oleh aksi brutal para pemabuk bersenjata di tengah kota. Jangan hanya menunggu mereka mabuk, cegah mereka membawa samurai sejak dari rumah!