JURNALISTA.ID, JAKARTA – Penegasan Pakar Hukum dan PBNU Soal ‘Mens Rea’Pengembalian uang oleh Khalid Zeed Abdullah Basalamah (KZM/KB), Pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) dan Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi kuota haji, dinilai tidak secara otomatis menghapus dugaan tindak pidana yang ada.
Pandangan ini ditekankan oleh Hudi Yusuf, pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno. Menurut Hudi, langkah pengembalian dana tersebut hanya memenuhi aspek tanggung jawab perdata, bukan menghilangkan unsur pidana.”Pengembalian uang menurut saya tidak menghapus pidana seseorang karena pidana itu adalah perbuatan dan pengembalian adalah perdata,” ujar Hudi, Minggu (28/9/2025).
Hudi menduga adanya niat jahat (mens rea) yang melandasi perbuatan tersebut. Ia menjelaskan, dugaan suap yang dilakukan Khalid bermula dari keuntungan penjualan tiket jemaah haji program Furoda.
Dana ini kemudian dialihkan untuk mendapatkan kuota tambahan haji khusus yang bermasalah, setelah mendapat tawaran dari oknum di Kementerian Agama (Kemenag).
Khalid diduga menyanggupi tawaran ini demi memberangkatkan jemaahnya.”Sehingga dengan menerima uang sudah jelas ada mens rea-nya,” tegas Hudi.
Desakan Pemrosesan Hukum MeluasDesakan untuk mendalami mens rea ini juga datang dari internal Nahdlatul Ulama (NU). Abdul Muhaimin, A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), meminta KPK untuk menyelidiki niat jahat Khalid Basalamah dalam kasus pembagian kuota haji tahun 2023–2024 di Kemenag.
“Ada mens rea-nya, harus sampai di sana,” kata Abdul di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (26/9/2025).Abdul Muhaimin sepakat bahwa pengembalian uang sebagai barang bukti oleh Khalid tidak dapat menghentikan proses hukum.”Mengembalikan uang kan tidak mengembalikan proses hukum,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa penegakan hukum harus menyasar tidak hanya Khalid Basalamah, tetapi juga 13 asosiasi travel dan sekitar 400 biro travel lainnya yang diduga terlibat dan meraup keuntungan dari praktik bisnis raksasa ini.
Modus Jual Beli Kuota Haji BermasalahKasus ini bermula dari temuan KPK terkait praktik jual beli kuota tambahan haji khusus yang bermasalah. Modusnya melibatkan dugaan pengondisian kuota haji khusus 2024 yang tidak sesuai aturan.
Diduga, sebanyak 10.000 kuota diberikan kepada biro perjalanan haji swasta melalui lobi asosiasi travel kepada oknum pejabat Kemenag, dan kemudian dijual kembali baik kepada biro lain maupun calon jemaah.